Impor beras menjadi satu kalimat yang kontroversi. Bukan tanpa alasan, Indonesia dikenal dengan julukan negara agraris yang melekat karena mampu menghasilkan produk pertanian dalam jumlah yang besar.
Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata dunia. Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga di dunia setelah negara China dan India.
Maka dari itu Indonesia menjadi negara dengan produksi padi terbesar di Asia Tenggara. Mengutip laporan ASEAN Statistical Publication 2021, produksi padi di Tanah Air mencapai 55,53 juta metrik ton pada 2020. Produksi tersebut meningkat 1,6% dibandingkan pada tahun 2019 yang sebesar 54,64 juta metrik ton.
Tetapi mengapa kita tetap mengimpor beras?
Meski Indonesia merupakan negara yang menempati posisi ketiga di dunia sebagai negara penghasil pangan, tetapi hampIr setiap tahunnya Indonesia selalu menghadapi permasalahan tentang produksi pangan terutama pada komoditas beras.
alih fungsi lahan sawah yang saat ini semakin gencar dilakukan. Konversi lahan atau ahli fungsi lahan pertanian yang berubah menjadi lahan perkotaan ini jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan mengganti lahan pertanian. Beberapa proyek pembangunan kota seperti pembangunan bandara, pelabuhan sampai dengan infrastruktur lainnya turut menyumbang pengurangan lahan pertanian di Indonesia.
Dan juga karena meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka terjadi juga peningkatan pada jumlah bahan pangan yang harus dipenuhi untuk kebutuhan masyarakat nya. Maka dari itu, tidak ada pilihan lain selain pemerintah melakukan impor beras. Sebenarnya pemerintah tidak hanya melakukan impor beras saja pada bahan pangan atau pokok, ada kedelai, tepung, cabai, bawang merah, singkong, daging sapi pun harus diimpor dari luar negeri.
Impor beras adalah salah satu cara penting bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berasnya yang besar. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mencoba untuk mendiversifikasi pasokan berasnya dengan mengimpor dari berbagai negara, termasuk negara India. Namun, tidak semua upaya impor beras dari India ke Indonesia berjalan lancar.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasanmenyatakan rencana tambahan impor beras sebanyak satu juta ton dari India demi mengamankan pasokan dalam negeri, batal. Karena India menghentikan ekspor beras, dampaknya menjadi menyebar dan meluas hingga termasuk harga beras dunia mengalami kenaikan yang signifikan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan, dampak dari kebijakan pemerintah India yang menghentikan ekspor beras membuat kenaikan harga komoditas tersebut. Kata Mendag Zulhas, sapaan akrabnya, berdasarkan informasi usai kunjungan kerjanya ke India, beberapa waktu lalu, produksi beras di India mencapai 7 juta ton. Sementara kebutuhan dalam negerinya hanya 4 juta ton.
Artinya masih sisa 3 juta ton yang seharusnya bisa diekspor ke luar negeri . Namun, India lebih memilih untuk tidak ekspor demi mengantisipasi dampak buruk dari cuaca kemarau ekstrem El Nino yang bisa berdampak pada penurunan produksi.
Meskipun gagal mendapatkan impor dari India Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau yang kerap disapa dengan Mendag Zulhas ini tetap percaya diri dengan stok beras yang ada di Bulog sebanyak 1,6 juta ton.
“Beras kita cukup kita punya 1,6 juta (ton) agar nggak tidak usah panik kita beras cukup ada 1,6 juta. Tahun lalu 500 ribu, sekarang 1,6 juta mungkin masuk lagi 400 ribu,” ujarnya.
Dimana apabila stok beras itu di gunakan dan direncanakan dengan baik makan akan membantu kebutuhan beras yang dibutuhkan negara Indonesia agar bisa digunakan saat cuaca kemarau ekstrem berkepanjangan El Nino.
Leave a Reply